This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 15 Januari 2009

Sejarah Kampung Halamanku

Sejarah Kabupaten Bone PDF Cetak E-mail


Bone dahulu disebut TANAH BONE. Berdasarkan LONTARAK bahwa nama asli Bone adalah PASIR, dalam bahasa bugis dinamakan Bone adalah KESSI (pasir). Dari sinilah asal usul sehingga dinamakan BONE. Adapun bukit pasir yang dimaksud kawasan Bone sebenarnya adalah lokasi Bangunan Mesjid Raya sekarang ini letaknya persis di Jantung Kota Watampone Ibu Kota Kabupaten Bone tepatnya di Kelurahan Bukaka. Kabupaten Bone adalah Suatu Kerajaan besar di Sulawesi Selatan yaitu sejak adanya ManurungngE Ri Matajang pada awal abad XIV atau pada tahun 1330. ManurungngE Ri Matajang bergelar MATA SILOMPO’E sebagai Raja Bone Pertama memerintah pada Tahun 1330 – 1365. Selanjutnya digantikan Turunannya secara turun temurun hingga berakhir Kepada ANDI PABBENTENG sebagai Raja Bone ke– 33 Diantara ke – 33 Orang Raja yang telah memerintah sebagai Raja Bone dengan gelar MANGKAU, terdapat 7 (tujuh) orang Wanita.

Struktur Pemerintahan Kerajaan Bone dahulu terdiri dari :

• ARUNG PONE (Raja Bone) bergelar MANGKAU

• MAKKEDANGNGE TANAH ( Bertugas dalam bidang hubungan/urusan dengan kerajaan lain (Menteri Luar Negeri)

• TOMARILALENG (Bertugas dalam Bidang urusan dalam daerah Kerajaan lain (Meteri dalam Negeri)

• ADE PITU (Hadat Tujuh)

Terdiri dari Tujuh orang, merupakan Pembantu Utama/Pemimpin Pemerintahan di Kerajaan Bone, masing-masing :

1. ARUNG UJUNG

Bertugas mengepalai Urusan Penerangan Kerajaan Bone.

2. ARUNG PONCENG

Bertugas mengepalai Urusan Kepolisian/Kejaksaan dan Pemerintaha.

3. ARUNG T A’

Bertugas mengepalai Urusan Pendidikan, dan mengetuai Urusan perkara Sipil.

4. ARUNG TIBOJONG

Bertugas mengepalai Urusan perkara/Pengadilan Landschap/ badat besar dan mengawasi urusan perkara Pengadilan Distrik/ badat kecil.

5. ARUNG TANETE RIATTANG

Bertugas mengepalai memegang Kas Kerajaan, mengatur Pajak dan Pengawasan Keuangan.

6. ARUNG TANETE RIAWANG

Bertugas mengepalai Pekerjaan Negeri (Landschap Werken-LW) Pajak Jalan dan Pengawas Opzichter.

7. ARUNG MACEGE

Bertugas mengepalai Urusan Pemerintahan Umum dan Perekonomian.

•PONGGAWA (Panglima Perang )Bertugas dibidang Pertahanan Kerajaan Bone dengan membawahi 3 (tiga) perangkat masing-masing :

1. ANREGURU ANAKARUNG

Bertugas mengkoordinir para anak Bangsawan berjumlah 40 (Empat puluh) orang bertugas sebagai pasukan elit Kerajaan.

2. PANGULU JOA

Bertugas mengkoordinir pasukan dari rakyat Tana Bone yang disebut Passiuno artinya : pasukan siap tempur dimedan perang setiap saat; rela mengorbankan jiwa raganya demi tegaknya Kerajaan Bone dari gangguan Kerajaan lain.

3. DULUNG (Panglima Daerah)

Bertugas mengkoordinir daerah Kerajaan bawahan, di Kerajaan Bone terdapat 2 (dua) Dulung (Panglima Daerah) yakni Dulungna Ajangale dari kawasan Bone Utara dan Dulungna Awang Tangka dari Bone Selatan.

a.JENNANG (Pengawas)

Berfungi mengawasi para Petugas yang menangani bidang pengawasan baik dalam lingkungan istana, maupun dengan daerah/ kerajaan bawahan.

b.KADHI (Ulama) Perangkatnya terdiri dari Imam, Khatib, Bilal, dan lain-lain, bertugas sebagai Penghulu Syara dalam Bidang Agama Islam, Keberadaan Kadhi (Ulama) di Kerajaan Bone ini senantiasa bekerja sama demi kemaslahatan rakyat, bahkan Raja Bone(Mangkau) meminta Fatwa kepada Kadhi khususnya menyangkut hukum islam.

c.BISSU ( Waria) Bertugas merawat benda – benda Kerajaan. Disamping melaksanakan pengobatan tradisional, juga bertugas dalam kepercayaan kepada Dewata SeuuwaE. Setelah masuknya Agama Islam di Kerajaan Bone, kedudukan Bissu di non aktifkan. Waktu bergulir terus maka pada tahun 1905 Kerajaan Bone di kuasai oleh Penjajah Belanda. Kemudian atas persetujuan Dewan Ade PituE Ri Bone nama LALENG BATA sebagai Ibu Kota Kerajaan Bone diganti namanya menjadi WATAMPONE sampai sekarang. Pada tanggal 2 Desember 1905 oleh Pemerintah Belanda di Jakarta menetapkan bahwa adapun pengertian TELLUMPOCCOE ( Tri Aliansi) di Sulawesi Selatan ialah : Bone, Wajo dan Soppeng. Disatukan dalam satu sistem pemerintahan yang dinamakan AFDELING. Dimana Afdeling Bone dibagi menjadi 3 (tiga) bagian dengan nama Onder Afdeling masing-masing :

1. Onder Afdeling Bone Utara Ibu Kotanya Pompanua, Ibu kota Afdeling ini ditempati oleh Asisten Residen.

2. Onder Afdeling Bone Tengah Ibu Kotanya Watampone diperintah oleh Controler.

3. Onder Afdeling Bone Selatan Ibu kotanya Mare diperintah Oleh Aspiran Controler.

Pada tahun 1944 ketika tentara Jepang semakin terdesak oleh Sekutu,Jepang berusaha mengajak rakyat untuk membela Tanah Airnya. Jika di Pulau Jawa dan daerah lainnya terbentuk oleh suatu Wadah untuk menghimpun rakyat untuk mencapai Kemerdekaan, maka di Tana Bone dibentuk suatu Organisasi yang dikenal dengan nama SAUDARA kepanjangan dari SUMBER DARAH RAKYAT. SAUDARA ini dibentuk adalah merupakan persiapan Badan persetujuan yang sesungguhnya berjuang untuk mencegah kembali penjajahan Belanda di Indonesia. Kabupaten Bone setelah lepas dari Pemerintahan Kerajaan, sampai saat ini tercatat 13 (tiga belas) Kepala Daerah di beri kepercayaan untuk mengembang amanah pemerintahan di Kabupaten Bone masing-masing :

1. Andi Pangeran Petta Rani

Kepala Afdeling/ Kepala Daerah Tahun 1951 sampai dengan tanggal 19 Maret 1955.

2. Ma’Mun Daeng Mattiro

Kepala Daerah tanggal 19 Maret 1955 sampai dengan 21 Desember 1957.

3. H.Andi Mappanyukki

Kepala Daerah/ Raja Bone tanggal 21 Desember 1957 sampai dengan 21 1960.

4. Kol. H.Andi Suradi

Kepala Daerah tanggal 21 M e i l960 sampai dengan 01 Agustus 1966.

5. Andi Baso Amir

Kapala Daerah Tanggal 02 Maret 1967 sampai dengan 18 Agustus 1970.

6. Kol. H. Suaib

Bupati Kepala Daerah tanggal 18 – 08 - 1970 sampai dengan 13 Juli 1977.

7. Kol.H.P.B.Harahap

Bupati Kepala Daerah tanggal 13 Juli 1977 sampai dengan 22 Pebruari 1982.

8. Kol.H.A.Made Alie

PGS Bupati Kepala Daerah tanggal 22 Pebruari 1982 sampai dengan 6 April 1982 sampai dengan 28 Maret 1983.

9. Kol.H.Andi Syamsul Alam

Bupati Kepala Daerah tanggal 28 Maret 1983 sampai dengan 06 April 1988.

10. Kol.H.Andi Sjamsul Alam

Bupati Kepala Daerah tanggal 06 April 1988 sampai dengan 17 April l993.

11. Kol. H.Andi Amir

Bupati Kepala Daerah tanggal 17 April 1993 Sampai 2003

12. H. A. Muh. Idris Galigo,SH

Bupati Terpilih 2003-2013

GAMBARAN UMUM KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BONE

A.SEJARAH BERDIRINYA KABUPATEN BONE

Kerajaan Tana Bone dahulu terbentuk pada awal abad ke- IV atau pada tahun 1330, namun sebelum Kerajaan Bone terbentuk sudah ada kelompok-kelompok dan pimpinannya digelar KALULA Dengan datangnya TO MANURUNG ( Manurungge Ri Matajang ) diberi gelar MATA SILOMPO-E. maka terjadilah penggabungan kelompok-kelompok tersebut termasuk Cina, Barebbo, Awangpone dan Palakka. Pada saat pengangkatan TO MANURUNG MATA SILOMPO- E menjadi Raja Bone, terjadilah kontrak pemerintahan berupa sumpah setia antara rakyat Bone dalam hal ini diwakili oleh penguasa Cina dengan 10 MANURUNG , sebagai tanda serta lambang kesetiaan kepada Rajanya sekaligus merupakan pencerminan corak pemerintahan Kerajaan Bone diawal berdirinya. Disamping penyerahan diri kepada Sang Raja juga terpatri pengharapan rakyat agar supaya menjadi kewajiban Raja untuk menciptakan keamanan, kemakmuran, serta terjaminnya penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat. Adapun teks Sumpah yang diucapkan oleh penguasa Cina mewakili rakyat Bone

berbunyi sebagai berikut ;

“ ANGIKKO KURAUKKAJU RIYAAOMI’RI RIYAKKENG

KUTAPPALIRENG ELOMU ELO RIKKENG ADAMMUKKUWA MATTAMPAKO

KILAO.. MALIKO KISAWE. MILLAUKO KI ABBERE.

MUDONGIRIKENG TEMMATIPPANG. MUAMPPIRIKKENG

TEMMAKARE. MUSALIMURIKENG TEMMADINGING “

Terjemahan bebas ;

“ ENGKAU ANGIN DAN KAMI DAUN KAYU, KEMANA BERHEMBUS KESITU

KAMI MENURUT KEMAUAN DAN

KATA-KATAMU YANG JADI DAN BERLAKU ATAS KAMI, APABILA ENGKAU

MENGUNDANG KAMI MENYAMBUT

DAN APABILA ENGKAU MEMINTA KAMI MEMBERI, WALAUPUN ANAK

ISTRI KAMI JIKA TUANKU TIDAK SENANGI KAMIPUN TIDAK

MENYENANGINYA, TETAPI ENGKAU MENJAGA KAMI AGAR TENTRAM,

ENGKAU BERLAKU ADIL MELINDUNGI AGAR KAMI MAKMUR

DAN SEJAHTERA ENGKAU SELIMUTI KAMI AGAR TIDAK KEDINGINAN ‘

Budaya masyarakat Bone demikian Tinggi mengenai sistem norma atau adat berdasarkan Lima unsur pokok masing-masing : Ade, Bicara, Rapang, Wari dan Sara

yang terjalin satu sama lain, sebagai satu kesatuan organis dalam pikiran masyarakat

yang memberi rasa harga diri serta martabat dari pribadi masing-masing. Kesemuanya

itu terkandung dalam satu konsep yang disebut “ SIRI “merupakan integral dari ke Lima unsur pokok tersebut diatas yakni pangadereng ( Norma adat), untuk mewujudkan nilai pangadereng maka rakyat Bone memiliki sekaligus mengamalkan semangat/budaya ;

SIPAKATAU artinya : Saling memanusiakan , menghormati / menghargai harkat dan martabat kemanusiaan seseorang sebagai mahluk ciptaan ALLAH tanpa membeda - bedakan, siapa saja orangnya harus patuh dan taat terhadap norma adat/hukum yang berlaku.

SIPAKALEBBI artinya : Saling memuliakan posisi dan fungsi masing-masing dalam struktur kemasyarakatan dan pemerintahan, senantiasa berprilaku yang baik sesuai dengan adat dan budaya yang berlaku dalam masyarakat

SIPAKAINGE artinya: Saling mengingatkan satu sama lain, menghargai nasehat, pendapat orang lain, manerima saran dan kritikan positif dan siapapun atas dasar kesadaran bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kekhilafan Dengan berpegang dan berpijak pada nilai budaya tersebut diatas, maka system pemerintahan Kerajaan Bone adalah berdasarkan musyawarah mufakat. Hal ini dibuktikan dimana waktu itu kedudukan ketujuh Ketua Kaum ( Matoa Anang ) dalam satu majelis dimana MenurungE sebagai Ketuanya Ketujuh Kaum itu diikat dalam satu ikatan persekutuan yang disebut KAWERANG, artinya Ikatan Persekutuan Tana Bone. Sistem Kawerang ini berlangsung sejak ManurungE sebagai Raja Bone pertama hingga Raja Bone ke IX yaitu LAPPATAWE MATINROE RI BETTUNG pada akhir abad ke XVI.

Pada tahun 1605 Agama Islam masuk di Kerajaan Bone dimasa pemerintahan Raja Bone ke X LATENRI TUPPU MATINROE RI SIDENRENG. Pada masa itu pula sebuatan Matoa Pitu diubah menjadi Ade Pitu ( Hadat Tujuh ), sekaligus sebutan MaTOA MENGALAMI PULA PERUBAHAN MENJADI Arung misalnya Matua Ujung disebut Arung Ujung dan seterusnya. Demikian perjalanan panjang Kerajaan Bone, maka pada bulan Mei 1950 untuk pertama kalinya selama Kerajaan Bone terbentuk dan berdiri diawal abad ke XIV atau tahun 1330 hingga memasuki masa kemerdekaan terjadi suatu demonstrasi rakyat dikota Watampone yaitu menuntut dibubarkannya Negara Indonesia Timur, serta dihapuskannya pemerintahan Kerajaan dan menyatakan berdiri dibelakang pemerintah Republik Indonesia Beberapa hari kemudian para anggota Hadat Tujuh mengajukan permohonan berhenti.

Disusul pula beberapa tahun kemudian terjadi perubahan nama distrik/onder distrik menjadi KECAMATAN sebagaimana berlaku saat ini. Pada tanggal 6 April 1330 melalui rumusan hasil seminar yang diadakan pada tahun 1989 di Watampone dengan diperkuat Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Bone No.1 Tahun 1990 Seri C, maka ditetapkanlah tanggal 6 April 1330 sebagai HARI JADI KABUPATEN BONE dan diperingati setiap tahun .

B. LETAK GEOGRAFI DAN POTENSI WILAYAH

Daerah Kabupaten Bone merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan, secara Geografis letaknya sangat strategis karena adalah pintu gerbang pantai timur Sulawesi Selatan yang merupakan pantai Barat Teluk Bone memiliki garis pantai yang cukup panjang membujur dari Utara ke Selatan menelusuri Teluk Bone tepatnya 174 Kilometer sebelah Timur Kota Makassar, luas wilayah Kabupaten Bone 4,556 KM Bujur Sangkar atau sekitar 7,3 persen dari luas Propinsi Sulawesi Selatan, didukung 27 Kecamatan, 335 Desa dan 39 Kelurahan, dengan jumlah penduduk 648,361 Jiwa.

Kabupaten Bone berbatasan dengan daerah-daerah sebagai berikut ;

- Sebelah Utara Kabupaten Wajo

- Sebelah Selatan Kabupaten Sinjai

- Sebelah Barat Kabupaten Soppeng, Maros, Pangkep dan Barru

- Sebelah Timur adalah Teluk Bone yg menghubungkan Propinsi SulawesiTenggara

Untuk jelasnya 27 Kecamatan di Kabupaten Bone dicantumkan sebagai berikut ;

1. Kecamatan Tanete Riattang

2. Kecamatan Tanete Riattang Barat

3. Kecamatan Tanete Riattang Timur

4. Kecamatan Palakka

5. Kecamatan Awangpone

6. Kecamatan SibuluE

7. Kecamatan Barebbo

8. Kecamatan Ponre

9. Kecamatan Cina

10. Kecamatan Mare

11. Kecamatan Tonra

12. Kecamatan Salomekko

13. Kecamatan Patimpeng

14. Kecamatan Kajuara

15. Kecamatan Kahu

16. Kecamatan Bontocani

17. Kecamatan Libureng

18. Kecamatan Lappariaja

19. Kecamatan Bengo

20. Kecamatan Lamuru

21. Kecamatan Tellu LimpoE

22. Kecamatan Ulaweng

23. Kecamatan Amali

24. Kecamatan Ajangale

25. Kecamatan Dua BoccoE

26. Kecamatan Tellu SiattingE

27. Kecamatan Cenrana

C. TOPOGRAFI DAN PEMANFAATAN LAHAN

Kalau kita amati Kabupaten Bone termasuk daerah tiga demensi yaitu ; Pantai, Daratan dan Pegunungan, luas sawah sebagai lahan pertanian adalah 455.600 Ha, sehingga Kabupaten Bone ditetapkan sebagai daerah penyangga beras untuk Propinsi Sulawesi

Selatan yang biasa dikenal dengan istilah BOSOWA SIPILU singkatan dari Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang dan Luwu, begitu pula daerah pantainya sangat panjang membujur dari Utara ke Selatan yang menyusuri Teluk Bone dari 27 Kecamatan yang ada di Kabupaten Bone, 9 diantaranya adalah masuk daerah pantai seperti Kecamatan Cenrana, Tellu SiantingE, Awangpone, Tanette Riattang Timur, SibuluE, Mare, Tonra, Salomekko dan Kajuara, dengan demikian sumber mata pencaharian penduduk Kabupaten Bone sebagaian besar adalah Petani dan Nelayan.

Pemanfaatan lahan ;

- Sawah : 455.600 Ha

- Kebun / Tegalan : 55.052 Ha

- Hutan : 162.995 Ha

- Tambak : 1.450 Ha

D. ADMINISTRASI PEMERINTAHAN BONE DIERA OTODA

Otonomi daerah yang sebagaimana digariskan oleh Undang – Undang No. 22 Tahun
1999 yang secara efektif diberlakukan pada 1 Januari 2001, memang akan menyita berbagai pemikiran bagi pemerintah ditingkat Kabupaten Karena dalam pelaksanaannya memerlukan transportasi para digmatik terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dari pemikiran ini pemerintah Kabupaten Bone berupaya merumuskan langkah-langkah yang strategis serta berbagai kebijakan untuk menjawab tuntutan yang sifatnya mendesak seperti peningkatan Sumber Daya Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Potensi Bone merupakan salah satu daerah yang berada dipesisir Timur Sulawesi Selatan memiliki peranan yang penting dalam perdagangan Barang dan jasa dikawasan Timur Indonesia, apalagi Kabupaten yang berpenduduk 648.361 Jiwa memiliki Sumber Daya Alam disektor pertambangan misalnya bahan industry atau bangunan, emas, tembaga, perak, batubara dan pasir kuarsa. Seluruhnya dapat dieksplorasi dan eksploitasi, namun hal ini akan menjadi peluang emas bagi masyarakat Bone dalam peningkatan Kesejahteraan dimasa yang akan dating dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sedikitnya hal ini akan menjadi penunjang utama peningkatan pembangunan….. Insya Allah.


By Sul Handayani

Arung Palakka Petta Malape'e Gemme'na

ani
Petta Malampe,E Gemme'na
patung-arung-palakka-x.jpg
Patung Arung Palakka di Taman Bunga Watampone
Adalah Raja Bone ke-15 lahir pada 15 September 1634. Nama lengkapnya adalah Arung Palakka La Tenri Tatta Petta Malampee Gemme’na. Dalam sejarah Sulawesi Selatan di abad ke-17, khususnya dalam perang Makassar nama Latenri Tatta Arung Palakka tidak dapat dipisahkan. Menurut Mr. Strotenbekker, seorang sejarawan Belanda dalam bukunya tertulis silsilah yang menyatakan, bahwa Datu Soppeng ri Lau yang bernama Lamakkarodda Mabbelluwa’E kawin dengan We Tenri Pakku Putri raja Bone ke-6 La Uliyo Bote’E MatinroE ri Itterung.

Dari perkawinan ini lahir seorang putri yang bernama We Suji Lebba’E ri Mario. We Suji Lebba’E kawin dengan Raja Bone ke-11 Latenri Rua Sultan Adam matinroE ri Bantaeng, Raja Bone yang pertama kali memeluk agama Islam.

Dari perkawinan itu lahir seorang putranya yang bernama We Tenri Sui’ Datu Mario ri Wawo. We Tenri Sui’ kawin dengan seorang bangsawan Soppeng yang bernama Pattobune. Datu Lompuleng Arung Tana Tengnga. Dari perkawinan itu lahir :

1.Da Unggu (putri)

2.Latenri Tatta Arung Palakka (putra)

3.Latenri Girang (putra)

4.We Kacumpurang Da Ompo (putri)

5.Da Emba (putri), dan

6.Da Umpi Mappolobombang (putri)

Jadi Latenri Tatta Arung Palakka adalah bangsawan Bone dan Soppeng, cucu dari Raja Bone ke-11 La Tenriruwa La Pottobune bertempat di Lamatta di daerah Mario ri Wawo dalam wilayah kerajaan Soppeng. Dari enam orang anak La Pottobune Datu Lompuleng Arung Tana Tengnga dengan isterinya We Tenri Sui Datu Mario ri Ase, ada dua orang diantaranya yang menjadi pelaku sejarah Bone di abad ke-17 yaitu :

1.La Tenri Tatta Daeng Serang yang memimpin peperangan melawan kekuasaan Gowa, dan

2.We Mappolobombang yang melahirkan Lapatau matanna Tikka Raja Bone ke-16

Oleh karena itu La Tenri Tatta Arung Palakka tidak mempunyai anak, sekalipun istrinya (I Mangkau Daeng Talele) sangat mengharapkannya, maka ia mengangkat keponakannya yang bernama La Patau menjadi raja Bone ke-16 dengan gelar Sultan Alamuddin Petta MatinroE ri Nagauleng.

Arung Palakka, diantara bangsawan-bangsawan Bone dan Soppeng yang diasingkan dari negerinya, setelah Baginda La Tenri Aji kalah dalam pertempuran di Pasempe pada tahun 1646, terdapat Arung Tana Tengnga La Pottobune dan ayahnya, yaitu Arung Tana Tengnga Tua

Wilayah kepangeranan Tana Tengnga terletak di tepi sungai WalenneE berdekatan dengan Lompulle dan bernaung di bawah daulat Kerajaan Soppeng. Dalam pengasingan itu La Pottobune membawa serta istrinya, We Tenri Sui Datu Mario ri Wawo dan putranya La Tenri Tatta yang baru berusia sebelas tahun. Ada lagi empat anak perempuannya, akan tetapi mereka itu ditinggalkan dan dititipkan pada sanak keluarganya di Soppeng, karena takut jika mereka akan mendapat cedera dalam pengasingannya. Mereka itu ialah :

1.We Mappolobombang, yang kemudian menjadi Maddanreng Palakka dan menikah dengan Arungpugi atau Arung Timurung La PakkokoE Towangkone, putra Raja Bone La Maddaremmeng;

2.We Tenrigirang, yang kemudian bergelar Datu Marimari dan kawin dengan Addatuang To dani, Raja dari lima Ajangtappareng (Sidenreng Rappang, Alitta, Sawitto, dan Suppa);

3.Da Eba, yang kemudian menikah dengan Datu Tanete Sultan Ismail La Mappajanci;

4. Da Ompo

Adapun We Tenri Sui adalah anak Sultan Adam La Tenri Ruwa, Raja Bone ke-11 yang wafat dalam pengasingan di Bantaeng, karena ia lebih memilih memeluk agama Islam dari pada tahta Kerajaan Bone.

Dat We Tenri Sui memberikan pula gelaran Datu Mario ri wawo kepada La Tenri Tatta. Dengan gelaran itulah pangerang ini terkenal sehingga ia diakui oleh Aruppitu dan rakyat Bone sebagai Arung Palakka. Suatu kedudukan dan gelaran yang menurut adat telah diberikan kepada pangerang yang terdekat dari tahta Kerajaan Bone. Pengakuan yang menjadikannya orang pertama diantara semua bangsawan bone itu, diperolehnya dalam tahun 1660, menjelang perang kemerdekaan melawan Gowa, di mana ia memegang peranan terpenting di samping To Bala.

Situasi Tahun 1646

Apabila dikembalikan ke situasi 1646, maka sekilas dapat digambarkan sebagai berikut. Tawanan-tawanan perang orang Bone dan Soppeng kebanyakan diangkut ke Gowa, di mana mereka dibagi-bagi ke antara bangsawan-bangsawan Gowa. Arung Tana tengnga dan keluarganya jatuh ke tangan Mangkubumi Kerajaan Gowa, I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang. Ia adalah seorang yang terkenal budiman dan berpengetahuan luas. Para tawanannya diperlakukan dengan remah-remah. La Tenritatta dijadikannya Pembawa Puan. Karena tugas itu, maka Pangeran selalu ada di dekat beliau, sehingga tidak sedikit ia mendapat didikan dan ilmu pengetahuan dari ucapan-ucapan serta sikap sehari-hari dari pengendali kemaharajaan Gowa yang termasyhur sangat pandai dan bijaksana itu. Ia juga disegani oleh setiap kawan dan lawannya.

Di kalangan para pemuda bangsawan Gowa, La Tenritatta terkenal dengan nama Daeng Serang. Dengan mereka itu ia berlatih main tombak, kelewang, pencak silat, raga,dan berbagai permainan olah raga lainnya. Dalam pertandingan-pertandingan tidak jarang Daeng Serang menjadi juara. Konon dalam permainan raga tigak ada tandingannya di masa itu.

Menurut berita, roman muka dan fisiknya sangatlah menarik dan mengesankan ; dahinya tinggi, hidungnya mancung, matanya tajam menawan, dagunya tajam alamat berkemauan keras. Tubuhnya semampai, berisi, dan kekar.

Rupanya Karaeng Pattingalloang sayang dan bangga akan pramubaktinya yang bangsawan, gagah dan cerdas itu. Karaeng Serang dibiarkannya bergaul dengan pemuda-pemuda lainnya bagaikan kawan sederajat dengan pemuda-pemuda bangsawan Gowa. Bahkan diperkenalkannya kepada Sultan. Datu Mario alias Daeng Serang telah menjadi buah tutur di antara bangsawan-bangsawan muda dan rakyat ibukota Kerajaan Gowa.

Sayang bagi keluarga Arung Tana Tengnga, Karaeng Pattingalloang lekas wafat yaitu pada tanggal 15 September 1654. Merekapun berganti tuan, yaitu berpindah ke tangan Karaeng Karungrung, yang menggantikan ayahnya sebagai Mangkubumi Kerajaan Gowa. Dia ini terkenal sebagai seorang yang sangat keras tabitnya, tidak seperti ayahnya yang halus budi bahasanya dan baik hati sesamanya manusia.

Pada waktu itu Datu Mario telah menjelang 20 tahun usianya. Ia telah dewasa. Akibat perlakuan tuan barunya yang jauh berbeda dengan ayahnya yang telah meninggal, disadarinya dengan pahit akan kedudukannya sekeluarga sebagai tawanan perang yang pada hakekatnya tidaklah berbeda dengan kedudukan budak. Mereka tidak bebas kemana-mana, harus melakukan segala kehendak tuannya, makan minumnya tergantung daripadanya, nasibnya terserah sepenuhnya kepada balas kasihan atau kesewenang-wenangan tuannya itu.

Mengenai tawanan-tawanan lain, diantaranya terdapat beberapa orang dari Soppeng seperti Arung Bila Daeng Mabela, Arung Belo To Sade, dan Arung Appanang. Nasib beliau itu tidaklah lebih baik dari Datu Mario. Sejak semula mereka menginjakkan kaki di bumi Gowa, mereka mengalami perlakuan-perlakuan yang pahit. Tidaklah heran kalau mereka itu setiap saat memanjatkan doa, agar tanah air mereka segera merdeka kembali dan mereka dapat pulang kembali ke Bone bersatu dengan sanak keluarganya.

Dalam pada itu rakyat Bone sendiri merintih, tertindih di bawah berbagi macam beban yang ditimpakan oleh Kerajaan Gowa di atas kepala mereka. Jennang To Bala tidaklah sanggup membela mereka itu. Oleh karena itu di sinipun rakyat sedang mengimpikan turunnya seorang malaikat kemerdekaan yang akan segera melepaskan mereka dari penderitaan perbudakan tahun 1660.

Pada pertengahan tahun itu Jennang To Bala mendapat perintah dari Karaeng Karungrung, supaya secepat mungkin mengumpulkan sepuluh ribu orang laki-laki untuk dibawa segera ke Gowa menggali parit dan membangun kubu-kubu pertahanan, di sepanjang pantai di sekitar ibukota Somba Opu. To Bala sendiri diharuskan mengantar mereka itu ke Gowa.

Pada akhir bulan Juli tibalah Arung Tanete To Bala dengan sepuluh ribu orang Bone di Gowa. Orang sebanyak itu diambilnya dari berbagai golongan, lapisan, dan umur. Ada petani, nelayan, pandai kayu, ada orang kebanyakan, budak, bahkan bangsawan, dan ada yang nampaknya masih kanak-kanak akan tetapi tidak kurang pula yang sudah putih seluruh rambutnya serta sudah ompong. To Bala tidaklah sempat lagi memilih hanya orang-orang yang kuat saja, atau mereka yang sedang menganggur saja, atau pun hanya orang kebanyakan dan hamba sahaya.

Mereka membawa bekal, pacul atau linggis sendiri. Banyak di antara mereka itu yang sakit ketika tiba di Gowa, terutama yang masih kanak-kanak atau yang sudah terlalu tua. Mereka tidak tahan melakukan perjalanan ratusan kilometer jauhnya, naik gunung, turun gunung, masuk hutan, keluar hutan. Banyak yang berangkat dengan bekal yang tidak cukup karena tidak ada waktu untuk mempersiapkannya. Mereka diambil paksa dari tempat pekerjaannya dan dari anak istri atau orang tuanya.

Datu Mario dan tawanan-tawanan perang Bone lainnya yang kesemuanya orang-orang bangsawan mengetahui akan hal itu. Banyak di antara mereka yang datang untuk menengok orang-orang senegerinya itu ketika mereka baru tiba. Malahan Datu Mario sering mengawal Karaeng Karungrung, apabial mereka pergi memeriksa kemajuan pekerjaan menggali parit dan membangun kubu-kubu pertahanan itu.

Iba hati pangerang itu melihat penderitaan orang-orang senegerinya. Mereka bekerja dari pagi sampai petang, hanya berhenti sedikit untuk makan tengah hari dari bekal mereka yang terdiri dari nasi jagung dan serbuk ikan kering yang lebih banyak garam dari pada ikannya. Sungguh sangat menyedihkan mereka itu. Apalagi waktu itu musim kemarau, panas terik bukan kepalang di tepi pantai. Celakalah barang siapa yang dianggap malas. Mereka didera dengan cambuk oleh mandor-mandor yang tidak mengenal perikemanusiaan. Orang-orang yang dikhawatirkan akan membangkang, kakinya dibelenggu (risakkala).

Karena pekerjaan yang telampau berat itu, sedang makanan amat kurang, lagi pula obat-obatan tidak ada, banyaklah di antara pekerja-pekerja itu yang jatuh sakit. Kebanyakan yang sakit tidak sembuh lagi. Mereka mati jauh dari anak istri dan ibu bapak mereka.

Tidaklah mengherankan, kalau di antara para pekerja yang malang itu ada yang berusaha melarikan diri. Maka celakalah apabila ia tertangkap kembali. Ia didera setengah mati, lalu disuruh bekerja dengan kaki terbelenggu (risakkala) untuk waktu yang lama. Akan tetapi tidak tahan dengan penderitaan, maka banyaklah pekerja yang melarikan diri. Mangkubumi Karaeng Karungrung amat murka akan hal itu. Beliau berkehendak, supaya parit-parit pertahanan di sekitar Somba Opu, Jumpandang dan Panakkukang serta kubu-kubu pertahanan sepanjang pantai selesai November. Untuk mengganti pelarian-pelarian yang tidak tertangkap kembali, maka diperintahkannya semua tahanan perang pria yang ada di ibukota ikut serta pada pekerjaan itu.

Datu Mario dan bangsawan-bangsawan lain, baik yang dari Bone maupun yang dari Soppeng turut menggali dan mengangkat tanah pada setiap harinya. Ayah Datu Mario, karena sudah terlalu tua dan sering sakit-sakitan dibebaskan dari pekerjaan fisik yang amat berat itu. Pada suatu hari diawal bulan September 1660 itu, Datu Mario pulang dari menggali parit, didapati ayahnya meninggal. Beliau dikatakan telah dibunuh pada pagi hari itu dengan sangat kejam, karena ia mengamuk di hadapan Sri Sultan, disebabkan karena bermata gelap, melihat beberapa orang Bone yang disiksa sampai mati. Mereka itu adalah pelarian dari tempat penggalian parit-parit, ditangkap kembali oleh orang Gowa.

Arung Tana Tengnga Tua, Nenek Datu Mario, beberapa tahun sebelumnya telah pula meninggal dengan cara yang serupa. Menurut berita, beliaupun mengamuk di depan para pembesar Kerajaan Gowa. Beliau ditangkap lalu dibunuh dengan cara yang amat kejam pula. Datu Mario bersumpah akan menuntut balas terhadap kematian ayah dan neneknya serta sekian banyak orang Bone lainnya. Maka direncanakannya suatu pemberontakan secara besar-besaran untuk melepaskan Bone dari penjajahan dan perbudakan Gowa.

Pada suatu hari dalam pertengahan bulan September itu sementara Sultan Hasanuddin bersama dengan segala pembesar kerajaannya berpesta besar di Tallo, Datu Mario menggerakkan semua pekerja parit orang Bone yang hampir sepuluh ribu orang jumlahnya itu bersama dengan semua tawanan perang dari Bone dan Soppeng melarikan diri dari Gowa. Pelarian itu berhasil dengan gemilang di bawah pimpinan Datu Mario. Pada hari yang keempat petang mereka tiba di Lamuru, Datu Mario segera mengirimkan kurir kilat kepada Jennang To Bala dan Datu Soppeng untuk melaporkan peristiwa besar itu dan mengajaknya bertemu di Attappang dekat Mampu.

Beberapa hari kemudian bertemulah Datu Soppeng La Tenri Bali, Arung Tanete To Bala. Dan Datu Mario Latenri Tatta di Attappang. Pada pihak Datu Soppeng ikut hadir ayahnya Lamaddussila Arung mampu dan Arung Bila. Pada pihak To Bala hadir Arung Tibojong, Arung Ujung, dan sejumlah besar bangsawan Bone. Bersama Datu Mario hadir pula Daeng Mabela, Arung Belo dan Arung Appanang. Atas desakan Datu Mario dan kawan-kawannya, Datu Soppeng segera menyetujui tawaran To Bala untuk mempersatukan Bone dan Soppeng melawan Gowa. Perundingan berlangsung di suatu tempat yang netral yaitu di atas rakit sungai Attapang. Oleh sebab itu persetujuan Bone-Soppeng itu (1660) dinamai “ Pincara LopiE ri Attappang (rakit perahu di Attappang)

Setelah itu pulanglah mereka masing-masing ke negerinya. Datu Mario kembali ke Lamuru menemui laskar-laskarnya, bekas penggali-penggali parit di Gowa yang berjumlah hampir sepuluh ribu orang. Semuanya ingin memikul tombak di bawah Datu Mario untuk menyambut orang Gowa. Akan tetapi oleh Datu Mario diperintahkan yang sudah ubanan sama sekali dan yang belum dewasa harus tinggal di kampung untuk membela wanita-wanita, orang tua-tua, dan anak-anak. Para pengikut lainnya paling lambat setelah sepekan (lima hari) sudah berkumpul kembali di Mario. Menurut perhitungan Datu Mario, paling cepat sepekan lagi barulah laskar Gowa dapat berada di Lamuru. Ibu dan istrinya I Mangkawani Daeng Talele telah dibawanya ke Desa Lamatta, tempat kediaman mereka 14 tahun yang lalu sebelum diasingkan ke Gowa.

Alangkah bahagia perasaan ibunya berada kembali di negeri leluhurnya, di tengah-tengah rakyat yang mencintainya. Sayang sekali, Datu yang telah tua itu tidak lama menikmati kebahagiaan itu di dunia. Oleh Yang Maha Esa, beliau hanya diizinkan menghirup udara Lamatta sepekan lamanya. Penderitaan selama dalam pengasingan, terlebih-lebih dalam bulan yang terakhir setelah meninggal suaminya, ditambah keletihan dalam pelarian dari Bontoala ke Lamuru selama empat hari empat malam sempat juga ia menikmati berita bahagia, bahwa Aruppitu, para bangsawan dan rakyat Bone telah mengakui putranya Datu Mario sebagai Arung Palakka. Di mana ia sebagai ahli waris neneknya yakni Sultan Adam La Tenri Ruwa Arung Palakka MatinroE ri Bantaeng.

Datu Mario yang kini mulai terkenal sebagai Arung Palakka, tidaklah dapat duduk-duduk bersantai atas kematian ibunya itu, karena telah diterimanya kabar, bahwa laskar Gowa yang berjumlah besar telah mendaki ke Camba untuk menuju Bone. Dalam dua hari kepala laskar itu sudah dapat berada di Lamuru. Dengan segera dikirimnya kurir ke Soppeng dan Bone dengan membawa berita dan meminta, supaya sebagian laskar di kirim ke Lamuru untuk menyambut laskar Gowa di tempat itu. Pada hari yang ketiga barulah laskar Gowa tiba di Lamuru. Petang harinya tiba pula laskar Soppeng hampir bersamaan dengan laskar Bone. Bersatulah mereka untuk menghadapi laskar Gowa. Kedua belah pihak sama kuat. Menurut cerita masing-masing berkekuatan kurang lebih 11.000 orang.

Raja Gowa berusaha memisahkan orang Soppeng dari orang Bone. Baginda mengirim utusan kepada Datu Soppeng dengan pesan, bahwa antara Gowa dan Soppeng tidak ada perselisihan. Janganlah hendaknya orang Soppeng mau diseret oleh orang Bone untuk masuk ke liang lahat. Peperangan ini tidak berarti mengubur diri sendiri bagi orang Bone. Akan tetapi Datu Soppeng dan Arung Bila, ayah Daeng Mabela menjawab, bahwa Soppeng telah bertekad akan sehidup semati dengan saudaranya Bone berdasarkan perjanjian tiga negara (TellumpoccoE) di Timurung. Ketika utusan menyampaikan jawaban datu Soppeng itu kepada Raja Gowa, baginda berkata: “ Baiklah jika demikian, Soppeng rasakan serangan Gowa!”.

Diperintahkannya menyerang Soppeng dan Bone bersama-sama. Kedua belah pihak bertempur dengan tanpa mengenal maut. Datu mario yang kini telah pula bergelar Arung Palakka memimpin laskar yang terdiri dari orang-orang Mario, orang-orang Palakka, dan mereka yang pernah menjadi penggali parit di Gowa. Pada petang harinya sebuah panji orang Soppeng dapat direbut oleh musuh. Pasukan Arung Bila telah tewas sebanyak empat puluh orang. Untunglah malam tiba. Kedua belah pihak mundur ke markas masing-masing. Keesokan harinya orang Bone dan Soppeng mulai menyerang laskar Gowa terdesak mundur, terkepung oleh lawan-lawannya.

Tiba-tiba Orang Soppeng mendapat berita, bahwa laskar Wajo, sekutu Gowa telah melintasi perbatasan Soppeng – Wajo. Negeri-negeri yang mereka lalui habis dibakar. Datu Soppeng memerintahkan laskarnya berbalik meninggalkan medan pertempuran lamuru untuk kembali menghadapi laskar wajo. Akan tetapi laskarnya telah letih, sedangkan laskar wajo masih segar dan jumlahnya pun lebih besar. Setelah bertempur berhari-hari laskar Soppeng menyerah. Arung Bila Tua ayah Daeng Mabela lari menyingkir ke pegunungan Letta. Putrinya We Dimang menyingkir ke arah timur dikawal oleh adiknya, yakni Daeng Mabela. Ibunya dengan dikawal oleh Arung Appanang menyingkir ke Mampu.

Laskar Bone setelah ditinggalkan oleh laskar Soppeng, mundur teratur masuk ke daerah Bone Utara. Dikejar dari belakang oleh laskar Gowa. Mampu, Timurung, dan Sailong menjadilah medan perang. Sial bagi orang Bone laskar wajo yang telah selesai tugasnya di Soppeng karena laskar Soppeng telah menyerah, kini bersatu dengan laskar Gowa.

Namun orang Bone tidaklah putus asa. To Bala dan Arung Palakka selalu berada di garis depan. Seolah-olah mereka sengaja mencari maut. Sikap kedua orang panglimanya membakar semangat orang-orang Bone sehingga mereka berkelahi pula dengan tidak mengindahkan maut.
Pertempuran ini tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang akhirnya keduanya berdamai. Dalam proses perang dan damai antara kedua kerajaan besar di Sulawesi Selatan ini, yaitu antara Gowa dan Bone. Maka akhirnya Datu Mario Arung palakka La Tenri Tatta Petta Malampe’E Gemme’na pada tanggal 6 April 1698 di dalam istananya di Bontoala dengan amanatnya sebelum wafat, supaya Baginda di makamkan di Bukit Bontobiraeng dalam wilayah kerajaan Gowa. Juga permaisuri baginda yang teamat dicintainnya I Mangkawani Daeng Talele dan telah ikut bersama Baginda mengalami suka duka perjuangannya, turut pula dimakamkan di tempat itu sesuai dengan amanat baginda Arung Palakka sendiri. (Sumber : Ensiklopedia Sejarah Sulawesi Selatan samapai tahun 1905).

By Sul Handayani

Lamellong : Sang Diplomat PDF Cetak E-mail

Lamellong dikenal sebagai orang yang paling berperan dalam menciptakan pola dasar pemerintahan Kerajaan Bone di masa lampau. Tepatnya pada abad ke-16 masa pemerintahan Raja Bone ke-6 La Uliyo Bote’E (1543-1568) dan raja Bone ke-7 Tenri Rawe BongkangngE (1568-1584). Lamellong muncul ibarat bintang gemilang di kerajaan. Dengan pokok-pokok pikiran tentang hukum dan ketatanegaraan. Pokok-pokok pikiran beliau menjadi acuan bagi Raja dalam melaksanakan aktivitas pemerintahan.

Tentang Lamellong di tanah Bugis, dilacak melalui sumber-sumber lisan berupa cerita rakyat dan catatan sejarah, baik dari lontara maupun tulisan-tulisan lainnya. Serpihan tulisan yang ada lebih banyak mencatat tentang buah pikirannya yang menyangkut “Konsep Hukum dan Ketatanegaraan” dalam bahasa Bugis Bone disebut “Pangngadereng”.

Dalam lintasan perjalanan Kerajaan Bone dilukiskan, betapa besar jasa Lamellong dalam mempersatukan tiga Kerajaaan Bugis, yakni Bone, Soppeng, dan Wajo, dalam sebuah ikrar sumpah setia untuk saling membantu dalam hal pertahanan dan pembangunan kerajaan. Ikrar ini dikenal dengan nama “Lamumpatua” ri Timurung tahun 1582 pada masa pemerintahan La tenri Rawe BongkangngE.

Dalam ikrar itu ketiga raja yakni, La Tenri Rawe BongkangngE (Bone), La Mappaleppe PatoloE (Soppeng), dan La Mungkace To Uddamang (Wajo) menandai ikrar itu dengan menenggelamkan tiga buah batu.

Pokok-pokok pikiran Lamellong yang dianjurkan kepada raja Bone ada empat hal, yakni :

1.Tidak membiarkan rakyatnya bercerai-berai;

2.Tidak memejamkan mata siang dan malam;

3.Menganalisis sebab akibat suatu tindakan sebelum dilakukan; dan

4.Raja harus mampu bertututur kata dan menjawab pertanyaan.

Gelar Kajao

Karena pola pikiran dan kemampuannya yang luar biasa itu, maka Lamellong diberi gelar penghargaan dari kerajaan yang disebut “Kajao Lalliddong”. Kajao berarti orang cerdik pandai dari kampung Lalliddong. Ia dilahirkan pada masa pemerintahan Raja Bone ke-4 We Benrigau (1496-1516).

Sejak kecil dalam diri Lamellong telah nampak adanya bakat-bakat istimewa untuk menjadi seorang ahli pikir yang cemerlang.. Bakat-bakat istimewa itu kemudian nampak menjelang usia dewasanya yang dilatarbelakangi iklim yang bergolak, di mana pada zaman itu Gowa telah berkembang sebagai kerajaan yang kuat di jazirah Sulawesi Selatan. Kerajaan-kerajaan kecil yang merdeka di Sulawesi Selatan satu demi satu ditaklukkannya baik secara damai maupun kekerasan. Hanya Kerajaan Bonelah yang masih dapat mempertahankan diri dari ekspansi Gowa. Akan tetapi lambat laun Kerajaan Bone dalam keadaan terkepung menyebabkan kerajaan dan rakyat Bone dalam situasi darurat, namun akhirnya dua kerajaan yang berseteru berdamai.

Menurut catatan Lontara, bahwa pada masa pemerintahan Raja Bone ke-7 La Tenri Rawe BongkangngE. Lamellong atau Kajao lalliddong diangkat menjadi penasihat dan Duta Keliling Kerajaan Bone. Ia dikenal sebagi seorang ahli pikir besar, negarawan, dan seorang diplomat ulung bagi negara dan bangsanya.

Dalam perjanjian Caleppa (Ulu Kanaya ri Caleppa) antara Kerajaan Bone dan Gowa tahun 1565. Lamellong atau Kajao Lalliddong memainkan peranan penting. Juga perjanjian persekutuan antara kerajaan Bone,Soppeng, dan Wajo yang disebut Perjajnjian LamumpatuE ri Timurung tahun 1582.

Ajaran-ajaran Kajao termuat dalam berbagai Lontara diantaranya LATOA seperti beberapa alinea yang dikutip berikut ini :

Dalam dialog Kajao dengan raja Bone (berkata Raja Bone : Apa tandanya apabila negara itu mulai menanjak kejayaannya? Jawab Kajao : Duwa tanranna namaraja tanae, yanaritu seuwani namalempu namacca Arung MangkauE, madduwanna tessisala-salae. Artinya : dua tandanya negara menjadi jaya, pertama raja yang memerintah memiliki kejujuran serta kecerdasan, kedua di dalam negeri tidak terjadi perselisihan.

Selain itu, ajaran Lamellong Kajao Lalliddong mengenai pelaksanaan pemerintahan dan kemasyarakatan yang disebut “Inanna WarangparangngE” yaitu sumber kekayaan, kemakmuran, dan keadilan antara lain :

1. Perhatian Raja terhadap rakyatnya harus lebih besar dari pada perhatian terhadap dirinya sendiri;

2. Raja harus memiliki kecerdasan yang mampu menerima serta melayani orang banyak;

3. Raja harus jujur dalam segala tindakan.

Tiga faktor utama yang ditekankan Kajao dalam pelaksanaan pemerintahan, merupakan ciri demokratisasi yang membatasi kekuasaan Raja, sehingga Raja tidak dapat bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan norma yang telah ditetapkan. Tentang Pembatasan kekuasaan, dalam lontara disebutkan, bahwa Arung Mangkau berkewajiban untuk menghormati hak-hak orang banyak. Perhatian Raja harus sepenuhnya diarahkan kepada kepentingan rakyat sesuai amanah yang telah dipercayakan kepadanya.

Lebih jauh Lamellong Sang Kajao menekankan bahwa raja dalam melaksanakan roda pemerintahannya harus berpedoman kepada “Pangngadereng” (Sistem Norma). Adapun sistem norma menurut konsep Lamellong Kajao Lalliddong sebagai berikut :

1.ADE’

Ade merupakan komponen pangngaderen yang memuat aturan-aturan dalam kehidupan masyarakat. Ade’ sebagai pranata sosial didalamnya terkandung beberapa unsur antara lain :

a. Ade pura Onro, yaitu norma yang bersifat permanenatau menetap dengan sukar untuk diubah.

b. Ade Abiasang, yaitu sistem kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat yang dianggap tidak bertentangan dengan hak-hak asasi manusia.

c. Ade Maraja, yaitu sistem norma baru yang muncul sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

2.BICARA

Bicara adalah aturan-aturan peradilan dalam arti luas. Bicara lebih bersifat refresif, menyelesaikan sengketa yang mengarah kepada keadilan dalam arti peradilan bicara senantiasa berpijak kepada objektivitas, tidak berat sebelah.

3.RAPANG

Rapang adalah aturan yang ditetapkan setelah membandingkan dengan keputusan-keputusan terdahulu atau membandingkan dengan keputusan adat yang berlaku di negeri tetangga.

4.WARI

Wari adalah suatu sistem yang mengatur tentang batas-batas kewenangan dalam masyarakat, membedakan antara satu dengan yang lainnya dengan ruang lingkup penataan sistem kemasyarakatan, hak, dan kewajiban setiap orang.

Setelah agama Islam resmi menjadi agama Kerajaan Bone pada abad ke-17, maka keempat komponenpangngadereng (Ade, Bicara, rapang, dan wari) ditambah lagi satu komponen, yakni Sara (Syariah). Dengan demikian ajaran Kajao Lalliddong tentang hukum yang mengatur kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kominitas dalam wilayah kerajaan, dengan ditambahkannya komponen sara diatas menjadi semakin lengkap dan sempurna. Ajaran Kajao ini selanjutnya menjadi pegangan bagi kerajaa-kerajaan Bugis yang ada di Sulawesi Selatan.

Dapat dikatakan, bahwa lewat konsep “Pangngadereng” ini menumbuhkan suatu wahana kebudayaan yang tak ternilai bukan hanya bagi masyarakat Bugis di berbagai pelosok nusantara. Bahkan ajaran Kajao Lalliddong ini telah memberi warna tersendiri peta budaya masyarakat Bugis, sekaligus membedakannya dengan suku-suku lain yang mendiami nusantara ini.

Semasa hidupnya Kajao Lalliddong senantiasa berpesan kepada siapa saja, agar bertingkahlaku sebagai manusia yang memiliki sifat dan hati yang baik. Karena menurutnya, dari sifat dan hati yang baik, akan melahirkan kejujuran, kecerdasan, dan keberanian. Diingatkan pula, bahwa di samping kejujuran, kecerdasan, dan keberanian maka untuk mencapai kesempurnaan dalam sifat manusia harus senantiasa bersandar kepada kekuasaan “Dewata SeuwwaE” (Tuhan Yang Maha Esa). Dan dengan ajarannya ini membuat namanya semakin populer, bukan hanya dikenal sebagi cendekiawan, negarawan, dan diplomat ulung, tetapi juga dikenal sebagi pujangga dan budayawan.

Nama dan jasanya sampai kini terpatri dalam hati sanubari masyarakat Bone khususnya, bahkan masyarakat bugis pada umumnya. Dia adalah peletak dasar konsep-konsep hukum (Pangngadereng) dan ketatanegaraan yang sampai kini msaih melekat pada sikap dan tingkah laku orang Bugis.

Saat-saat Terakhir dalam Hidupnya

Mengingat usia Lamellong Kajao Lalliddong pada akhir pemerintahan Latenri Rawe Bongkangnge (1584) sudah mencapai 71 tahun, maka banyak yang berpendapat, bahwa pada masa pemerintahan raja Bone ke-8 peranan Kajao Lalliddong secara pisik sebagai penasihat kerajaan tidak lagi terlalu nampak, kecuali buah-buah pikirannya tetap menjadi acuan bagi raja dalam melaksanakan aktivitasnya. Pada masa inilah Lamellong yang digelar Kajao Lalliddong meninggal dunia.

Sumber-sumber lisan misalnya cerita rakyat di Kabupaten Bone menyebutkan bahwa di saat usia uzur, beliau memilih meninggalkan istana raja dan kembali ke kampung kelahirannya di Lalliddong yang pada saat itu berada dalam wilayah wanua Cina. Tetapi bukan berarti buah-buah pikirannya tidak lagi dibutuhkan. Setiap saat raja dan aparatnya masih tetap meminta pendapat bila ada hal-hal yang sulit untuk dipecahkan.

Tentang pemberian gelar “Kajao” yang menurut bahasa Bugis, hanya diperuntukkan bagi nenek perempuan, hal ini menimbulkan analisis, bahwa selama hidupnya Kajao Lalliddong berperan sebagai “Rohaniawan” (Bissu) di mana pada saat itu Kerajaan Bone masih dipengaruhi oleh agama Hindu. Dengan peranannya sebagai Bissu, maka tingkah lakunya selalu namapak sebagai layaknya seorang perempuan.

Di desa Kajao Lalliddong Kecamatan Barebbo kabupaten Bone ada dua versi tentang peristiwa meninggalnya ahli pikir kerajaan Bone itu. Versi pertama menyebutkan, bahwa Kajao Lalliddong diakhir hidupnya ditandai dengan peristiwa “Mallajang” (menghilang) bersama anjing kesayangannya. Pada saat itu Kajao Lalliddong bersama anjingnya berjalan-jalan di Kampung Katumpi sebelah selatan kampung Lamellong, namun setelah dilakukan pencarian, ternyata Kajao Lalliddong bersama anjingnya tidak dapat ditemukan. Dengan demikian orang-orang di kampung Lalliddong menyatakan “Mallajang” (menghilang).

Versi kedua menyatakan di saat usia Kajao lalliddong bertambah uzur, pada akhirnya menghembuskan nafas terakhir dengan tenang. Hanya tidak disebutkan bagaimana proses pemakamannya, apakah mengikuti prosesi animisme, atau agama Hindu, yakni dibakar atau dimakamkan sebagaimana kebiasaan orang Bugis saat itu.

Tentang makamnya yang terletak di Desa Lalliddong sekarang ini, menurut penduduk setempat pada mulanya hanyalah merupakan kuburan biasa yang ditandai sebuah batu sebagai nisan. Nanti pada suatu saat beberapa turunannya mengambil inisiatif dengan memugarnya, sehinnga sekaran nampak lebih unik dari kuburan lainnya.

Di sekitar makam Kajao Lalliddong terdapat beberapa kuburan tua. Menurut cerita penduduk di desa itu yang merasa turunannya, bahwa kuburan-kuburan itu adalah sanak keluarga Lamellong Kajao Lalliddong di masa hidupnya. Sedikitnya ada empat kuburan tua yang terdapat disekitar kuburan Kajao Lalliddong samapai sekarang tetap terjaga dan terpelihara.

Menurut sumber yang dapat dipercaya, bahwa saat-saat terakhir kehidupan Lamellong Kajao Lalliddong memperlihatkan hal-hal yang istimewa tentang ilmu kebatinan. Bahkan masyarakat banyak menganggap Kajao Lalliddong memilki berkah, sehinnga setiap saat dikunjungi oleh banyak orang.

Tongkat Lamellong

Di dusun Lamellong sekarang ini terdapat sebuah pohon besar yang berdiameter kira-kira 10 meter lebih hingga sekaran masih nampak berdiri dan tumbuh menjulang tinggi. Masyarakat meyakini pohon itu adalah tongkat Lamellong.

Konon pada suatu hari, Lamellong pernah mengambil pohon” Nyelle “ yang masih kecil untuk dijadikan tongkat. Namun karena tongkat itu tidak lagi digunakan maka dipancangkannya di atas tanah. Ternyata tongkat kayu itu kemudian tumbuh dengan suburnya, sampai sekarang pohon itu masih ada. Bahkan poho besar itu dijadikan penanda oleh penduduk setempat kapan mulainya musim tanam jagung. Menurut para petani di kampung Lalliddong apabila pohon nyelle itu sudah betul-betul rimbun maka tibalah saatnya menanam jagung. Selain itu pelaut-pelaut dari Sulawesi Selatan dan Tenggara yang akan berlabuh di Barebbo, maka pohon itulah dijadikan sebagai pedoman. Menurut mereka, selagi masih jauh dari daratan sudah kelihatan, puncak pohon ini sayup-sayup melambai.
Benar atau tidak, yang jelas bahwa pohon nyelle tersebut yang diyakini masyarakat setempat sebagai tongkat Lamellong, masih dapat disaksikan keberadaannya hinnga saat ini. Oleh sebagian masyarakat setempat menganggap pohon besar itu “angker”

by sul handayani

tentang sul handayani

sul - handayani

aku dilahirkan di kota watampone (bone) tepatnya 1 September 1986 yang terletak di sulawesi selatan, n semenjak kecil pada umur 1 tahun ayahku meninggal dunia sehingga aku dirawat ma ibuku n setelah aku sekolah sekitar kelas 3 SD ibuku juga meninggal dunia, sehingga aku dititip ma tanteku, sampai kelas 6 SD, aku merasa nusain orang yang ada di rumah tanteku (maklum anaknya 10) jadi aku berinisiatif untuk kerja tanpa harus korbanin sekolahku jadi awal merintis karier aku tu, di Toko Ayu kebetulan toko besar ini dekat dari rumah, setelah sekitar 6 bulan, aku dipanggil ma temen di PT Indomarco Adi Prima, Untuk bantu mereka dalam setiap bongkar barang, (dia milih aku karena aku ulet Ciee...), disini aku banyak belajar tentang Ilmu ekonomi Setelah aku masuk di bangku SMP ( Tsanawiyah) MTsN 400 Wtp, aku minta kepada guru aku disana untuk ngedukung aku, n guru aku pada ngerespon jadi aku trus giat bekerja setelah pulang sekolah, waktu terus bergulir tak terasa 4 tahun bersama PT Indomarco asyik sampe2 aku bisa injak berbagai kota besar seperti Makassar, Sinjai, Sengkang, Bulukumba, bantaeng, jenneponto , Takalar, Barru, Maros, dan Palopo, syukurlah bisa nginjakkan kaki kesana, bukan cuman itu ternyata Perusahan- Perusahaan Besar Memperhatikan Kinerjaku sebagai Seorang Helper (Buruh Kasar), Karena merasa pengalaman saya di PT Indomarco Cuku[p aku beralih lagi ke, PT Pelita Makasar, (Distributor ABC) di bone , disni lain lagi ceritanya, aku mau diangkat jadi karyawan di kantornya, tapi setelah pikir pikir (Masa sih Aku mau ngorbanin Sekolahku demi pekerjaan yang nantinya aku dapat juga) aku tolak aja ajakan itu, dan semua hampir sama dengan itu mulai dari PT Tompotika Raya, PT, Mahameru, Roti Buana, Semua aku pernah ikut disana, setelah naik kelas 1 SMA kayanya rasa Percaya diri untuk ikut Jadi Buruh Lagi turung, terpaksa aku Pindah Sekolah yang mana nantinya bisa buat aku mandiri, Jawabanya ( aklu pilih STM Veteran RI Bone) disini aku mulai Karier baru aku, n aku mulai belajar masalah Mesin Produksi (Las Listrik, Dengan OPerator Mesin Bubut), setelah semuanya aku tau aku kerja di Bengkel Dekat rumahku ( Bengkel Buana), sampai Ujian Akhir Nasional aku dinyatakan LULUS oleh sekolah, aku tidak lanjut kuliah, Maklum ORang miskin ko, dan aku beralih lagi jadi Tukang Jahit Baju, pengalaman Baru lagi nie, Karena tidak cocok dengan Keahlianku aku coba lagi jual Kaset CD Bajakan ikut ma OM ku, jadi gini lupa ya? penjahit tadi yang saya ikuti punya Ipar Namanya PAK ARSAD di orangnya baik n selalu memeri motipasi buat aku, kebetulan dia PIMPINAN cabang Handayani Sinjai Aku ikut kesana jadi aku pindah kampung disinjai sekitar 1 Minggu Nganggur dari pada tidak kerja aku gunakan ijazah STM aku, aku mendaftar di Bengkel BIB di sinjai, sesuai dengan Jurusan ngeLAS lagi deh, tapi ga papa de solnya untuk ngisi waktu aja, Karena kebetulan yang aku tinggali itu Kantornya KAKA (Pak Arsad), dia Ngusul Gimana Kalo Aku Kuliah Sambil Kerja (KULKER),. lama aku pikir pikir, karena dia ngajak ya terpaksa de aku kuliah, Aku masuk di Program Multi Profesi 1 Tahun YPA - Handayani Sinjai, Jurusan PIKA mau tau apa itu PIKA (Pendidikan Inggris, Komputer dan Akuntansi) disini aku dapat Pengalaman Baru lagi solnya pelajaran itu semua Tidak pernah aku Pelajari sebelumnya, setelah berminggu - minggu aku belajar ternyata asyik juga, susah-susah Gampang, Karena Kerja juga Lama lama Kuliah ku terbengkalai jadi aku putuskan untuk Istrahat Kerja dulu, tapi 2 hari berselang aku BEte tidak kerja mana ga ada uang, mana boke, aku melamar lagi di Country Clean Car (T4 Cuci Mobil), disana penghasilan aku Lumayan solnya gainya dibayar / Minggu n 1 Mobil itu 10000 Rupiah, jadi kadang aku terema dalam seminmggu Rp 300.000. jadi bisa bayar uang Kuliah,setelah hampir 6 bulan aku kuliah udah ada modal komputer dikit aku melamar pekrjaan di suatu Percetakan yang terbesar di Sinjai, (STAR GRAFIKA) disni nie lain lagi pengalaman ku seru juga disini tapi istrahatnya kurang sini nie, bos aku cakep baik, trus kalo masalah makan tidak pernah Terlambat jadi aku tumbuh GEDE di sini, sekitar 3 Bulan kerja, n pada saat itu bertepatan dengan Jadual Magang di T4 Kuliahku jadi aku mutuskan untuk magang di kampung hlamanku aja, jadi aku magang di SMA Neg 1 Unggulan Wtp belajar Jadi GURU, (maklum udah ada dasar Ngajar Kursus di Handayani), Ternyata ajar orang Pintar itu menyenangkan tidak perlu berulang kali di ternagkan udah ngerti, tapi waktu hanya sebentar hanya 3 bulan aja Magangnya pas setelah Magang aku Kembali ke Kampus Untuk nyelesaikan Skipsi Minorku, Setelah selesai. (bersambung)
Kenapa nama ku selalu ikut Handayani Gini nie Ceritanya, setelah selesai Kuliah Aku mendapat Predikat sebagai Mahasiswa Terbaik Ke3 (gimana Pintar kan DIiiiiKIiiiit) aku di perkerjakan di Handayani sebagai Assisten Instruktur Komputer di sinjai, Setelah beberapa Bulan Kakaku (PAK ARSAD) Lulus jadi PNS di Bone, n Kebetulan Handayani BOne pada saat Itu lagi Sekarat (diambang Kehancuran MAu di TUTUP) jadi aku relakan berbakti kepada Handayani aku rela kerja Ngajar sampe 9 Bulan Tanpa Gaji sepeserpun, karna DOA dan ULEt dan kemauan Tinggi perlahan lahan menuai Hasil, satu persatu siswa pada datang mendaftar, aku ga sendiri nie yang bantu aku (ANDI NURYADIN SE, SUBHAN SYARIF SH, dan HAJAR ASWAD SH,) kami cuman ber4, setelah hampir 1 Tahun aku garap dan mulai terang dengan adanya Peserta Profesi 1 Tahun Walaupun hanya 3 orang tapi itu adalah batu loncatan kami untuk terus maju, dan ternyata doa dan usaha kami ber 4 sukses setelah tahun ajaran baru kami dapat Siswa sebanyak 25 Orang (Alhamdulilah), dan aku semakin percaya diri, dan perlahan lahan personil sya mulai pada kerja diluar ANDI NURYADIN Honor di Kantor Pertanian Sinjai, sebagai operator KOmputer IT, dan SUBHAN SYARIF SH dia Fokus di ASURANSI (Supervisor) untuk wilayah bone sinjai Wajo, n HAJAR ASWAD SH dirikan juga Lembaga PEndidikan yang sama dengan apa yang pernah di bangun bersama, jadi aku SENDIRIAN Berjuang, (Bersambung)

disni aku mulai rubah namaku menjadi SULHANDAYANI karena semua temen ku tau aku kalo aku kerja di handanyani, setelah sukses dengan 25 siswa PMF 1 tahun , tahun ajaran baru ini aku dapat sekitar 39 orang (ALHAMDULILLAH) hanya kata itu yang cocok, setalh 3 tahun aku kerja, tiba tiba tanpa aku sadar apa yang aku cita citakan selamah ini yaitu JADi GURU (Mau tau kenapa aku mau jadi guru karena mamaku GURU) setealah di depan mata, aku ga pikir 2 x lagi, sore itu 1 mobil Kijang Expo parkir di depan kantorku (HANDAYANI) tiba tiba turunglah orang yang gagah tegar (YULARDI) dengan temannya yang gede (PAK ENTE)dan temanya yang kecil (GINTING), teryata membaewah sebuah kertas yang akan di tempel dmi MADING yang ada dikantorku, ternyata di cari GURU KOMPUTER, karena kebetulan BASic saya di KOMPUTER tanpa Banyak bertanya aku langsung terima tawaran itu, besokanya aku ke sengkang, disana aku pusing solnya letak sekolahnya juah dari kota. tapi demi cita cita itu tak berpengaruh bagi jiwaku, dan sampai sekarang aku jadi guru walaupun guru masih Honor ....................... (Bersambung)....


BY


SUL HANDAYANI



Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More